KiosCasino Menyediakan Permainan Sbobet, Sportbook, SLOT GAME, LIVE CASINO Untuk Keterangan Lebih Lanjut Silahkan Hubungi Live Chat Kami :).

Bercinta Dengan Sahabat Lamaku Yang Telah DIpinang Orang

2 comments
Bercinta Dengan Sahabat Lamaku Yang Telah DIpinang Orang
 

         Cersex - Sebelum terlampau jauh, ijinkanlah saya memperkenalkan diri. Nama saya Ryo, 23 M Jkt (buat chatters yang nggak tau artinya, mending balik pake mesin tik aja kali yah, hehehe…). 

Yah saya memang bukan lagi Ryo 23 m Bdg seperti dalam kisah-kisah terdahulu. Kelulusanku dari sebuah fakultas teknik yang dikenal sebagai ekonominya teknik (karena banyak mata kuliah ekonomi dalam kurikulumnya) dari sebuah Universitas ternama di kota itu telah mengantarkanku mendapatkan pekerjaan di Jakarta beberapa waktu yang lalu. 


Diawali dengan kehadiranku diacara mega meriah pasangan papan atas yang tersohor. Kurang lebih 15 menit yang saya butuhkan sampai dapat melangkahkan kaki dengan tenang menuju pintu gerbang perhelatan akbar tersebut, meninggalkan mini jeep saya yang terparkir nun jauh di sana. Setelah memasukkan amplop (yang saya yakin isinya cuma senilai kwaci bagi pasangan tersebut), mengisi daftar hadir dan mengambil souvenir yang dengan ramah diberikan oleh penerima tamu (pretty enough, but not my type), saya menyusuri elevator yang menuju ke lantai II, tempat acara tersebut diselenggarakan. 


Antrian tamu yang hendak memberikan selamat telah mengekor panjang dengan saya sebagai salah satu korbannya, dengan diiringi gending-gending Jawa yang terus mengalunkan nada-nada lembut daerahku. Di kejauhan tampak Linda, teman semasa SMA dulu, dalam rentangan waktu ’92-’95 yang lalu, tampak cantik dengan busana daerah Jawa, sibuk menyalami para tamu sambil sesekali menyeka keringat yang menetes di dahinya. Di sampingnya tampak suaminya yang terlihat cukup gagah. Yah… mereka berdua nampak sangat berbahagia malam ini.

“Ryo…, makasih yah mau dateng, kapan nih mau nyusul? kok sendiri?”, berondong pertanyaan dari Linda saat dengan lembut kusalami mereka di pelaminan. 

Saya hanya mampu membalasnya dengan tersenyum. 

Hhmm….! menikah? bahkan memikirkannya pun tidak. Dalam dua atau tiga bulan lagi usiaku akan menginjak 24, ah…! masih ada waktu cukup untuk bermain-main, melihat semua silau dunia sebelum pada akhirnya saya akan memutuskan untuk menetap dalam pelukan kedamaian seorang wanita. 

Kok sendiri? Pertanyaan itu yang masih menggayut di telingaku, saat satu per satu anak tangga pelaminan kuturuni. Seakan-akan dipurukkannya diriku dalam jurang kesunyian. Walau lajang bebas tentu tetap merasakan kesepian juga, seperti saat ini di mana diriku merasa sangat sendiri di tengah keramaian para tamu undangan. 

Hahaha… sesak juga rasanya jika sisi sentimentil ini sedang terusik.

“Ryo….. ini kamu? Apa kabar? ”, tiba-tiba sebuah suara wanita menghentakkan lamunanku, membangkitkan kembali diriku dari kesunyian yang baru saja kualami. 

Sejenak saya palingkan muka mencari sumber suara tersebut. Rasanya pernah sangat mengenalnya. Terus kutelusuri wajah para tamu sampai akhirnya kutertumbuk pada sesosok wajah yang cantik, lembut and Tentu, aku takan pernah lupa.! Revy, sahabatku di SMA dulu, tampak sangat anggun dengan kebaya modern bernuansa silver transparan yang dikenakannya. 

Revy… ? Apakah itu benar benar kamu ?. Tiba-tiba ingatanku terlempar pada beberapa tahun silam. 

Revy…. sebuah nama yang masih saja membekas hangat dalam setiap jejak ingatanku. Masih segar dalam ingatan bagaimana lekatnya kami berkawan semasa menempuh pendidikan di tahun terakhir kami pada sebuah SMA favorit di bilangan Slipi Kemanggisan dulu. Tidak ada seorang pun yang percaya bahwa kita tidak terlibat cinta. 

Kalian berdua terlalu dekat untuk di anggap teman, Pasti ada sesuatu rasa diantara kalian, dan masih banyak lagi yang nyata terngiang tuduhan dari teman-temanku dulu akan hubunganku dengan seorang Revy. 

Jujur di dalam hati pun saya pernah memimpikan hal yang sama terjadi. Yah… saya memang hanya manusia biasa, yang terkadang sulit mengontrol perasaan dan harapan kala mana berdekatan dengan sesosok lawan jenis yang sangat kita kenal dan terasa sangat mengenal kita. 

Tapi pada akhirnya saya memilih untuk mendiamkan perasaan itu lewat, sambil membunuhi benih-benih rasa yang terlanjur tumbuh. Saya tidak akan pernah bisa kehilangannya sehingga jika saya tidak dapat memilikinya lebih dari sekedar teman, biarlah saya memilikinya sebagai seorang sahabat. 

Masih banyak lagi alasan mengapa saya memilih untuk tidak mengungkapkan perasaan saya terhadapnya. Faktanya, Kami hidup dilingkungan yang dunia berbeda. Revy adalah anak dari sebuah keluarga yang dapat dibilang sebagai konglomerat yang berkedudukan di Surabaya. 

Memang Revy tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut, bahkan dia akan marah besar jika ada yang menyinggung permasalahan tersebut. Namun saya juga harus tahu diri, biar bagaimanapun kesenjangan kelas sosial mau tidak mau akan menjadi kendala bagi berjalannya suatu hubungan, apalagi dalam usia remaja seperti kita. 

Di lain pihak, seusai bangku SMA, ia merencanakan untuk menuntut ilmu di Wina, Austria. Interior Design yang menjadi impiannya selama ini akan ditimbanya di negeri itu. Dan aku tidak percaya dengan hubungan jarak jauh, Tidak sedikitpun…!! 

Dan memang kabar terakhir darinya adalah ketika ku melepasnya di boarding gate Bandara Soekarno-Hatta di suatu malam, lima tahun yang lewat. Kami berpelukan erat, sepertinya tidak akan pernah bertemu lagi. Wajahnya perlahan menghilang di kerumunan penumpang lain yang siap berangkat. Dan wajah itulah yang sekarang hadir lagi di hadapanku…..

“Ryo…, kok malah bengong? Masih inget saya nggak?”, Ucap Revy ramai menyapaku. 

Ah…! tentu saja saya ingat, peri kecilku. Tentu saja saya ingat kamu….

“Revy…?”, balasku tertegun, Masih tidak mempercayai kehadirannya di hadapanku kini.

“Tentu!! Siapa lagi ?”, seru Revy sambil meninju bahuku, 

“Siapa lagi temanmu yang secantik ini, hah?”, katanya lagi. 

Huh…! pede sekali, tapi memang benar, harus kuakui….

“Apa kabar Rev?”, balasku sambil menyalami hangat tangannya. 

“Lho kok sendiri, cowok kamu mana?”, tanyaku cepat saat menyadari lingkaran berwarna keemasan melingkar di jari manis kirinya. 

Ingin rasanya memeluknya, kalau saja………

“Mas Heru lagi nggak ada di Indo. Eh… tau dari mana kamu saya punya cowok?”, sahutnya tersadar kalau identitasnya terbongkar.

“Ah.. wanita mana lagi yang mengenakan cincin emas di jari kirinya, kalau bukan pemberian seorang pria spesial”, todongku sambil cuek.

“Oh iya.. yah…., eh kamu kok juga sendiri, cewek kamu mana?”, balas Revy nggak mau kalah.

“Saya memang masih sendiri kok, masih setia menantimu di ups….”, saya tidak mampu menyelesaikan kalimat, keburu sebuah cubitan mendarat di pinggangku.

“Hahahaha…. gemes… masih aja kayak dulu, ngegombalnya nggak ilang-ilang”, kata Revy sambil mengencangkan cubitannya di pinggangku. 

Tinggallah saya meringis-ringis menahan sakit, soalnya nggak mungkin teriak, banyak tamu sih… Selanjutnya dapat ditebak, kami terlibat obrolan yang hangat dan akrab. Lima tahun tanpa kabar, dan kini tanpa sengaja bertemu di sebuah pesta pernikahan. Kabar si Anu, kabar si Itu, atau si Ini teman-teman kita dulu silih berganti mengisi topik pembicaraan. 

Terasa seperti hari hari lalu…. Dan Revy kini bekerja di sebuah konsultan interior design di kawasan Rasuna Said Kuningan, Jakarta. Tak jauh dari tempatnya tinggal, di sebuah komplek apartemen yang terletak di belakang sebuah Hypermarket made in France, di daerah yang sama. 

Katanya menimba ilmu, pengalaman dan Rasa terlebih dulu, untuk nantinya membuka usaha serupa dengan modal sendiri, itu jawabannya yang diberikan kepadaku saat ku tanya mengapa dia memilih untuk jadi “ekor naga” daripada menjadi “kepala ayam” (buat mas dan mbak yang sudah terjun ke dunia kerja, pasti tahu istilah ini). 

Mas Harry, kakaknya semata wayang, kini sudah menikah dan dikaruniai seorang putra, menempati rumah mereka dulu di kawasan Puri Indah. Dan sebagai gantinya, Revy dibelikan sebuah unit apartemen yang ditempatinya hingga kini. 

Dan mas Heru, lelaki yang berhasil melingkarkan cincin itu, adalah tunangannya sejak setengah tahun yang lalu. Ia kini sedang menyelesaikan kuliahnya di Boston, USA. Mereka telah 3 tahun berkenalan, walaupun baru berpacaran setahun yang lalu. Tapi tahun depan mereka merencanakan untuk menikah, segera setelah Heru menyelesaikan studinya.

Kami terus berbincang akrab, tanpa sadar jumlah tamu yang makin berkurang karena hari beranjak malam. Dengan berat hati, akhirnya kami berpisah. Sempat kuantarkan Revy menuju parkir mobilnya, sebelum akhirnya kita benar-benar berpisah.

Beberapa minggu setelah pesta itu, Saat itu Saya sedang menikmati santap siang di kantor, berkumpul dengan rekan-rekan kerja saat tiba-tiba teleponku berbunyi, dengan nama Revy terpampang di LCD ku. Segera aku menyingkir dari meja sambil menjawab telepon.

“Halo…. Ryo?”, terdengar suara wanita di ujung sana.

“Yups…  Apaan Rev?”, balasku segera.

“Eh Ryo… sibuk nggak ntar sore?”, tanyanya kembali.

“Ntar sore ? Hhmm… enggak tuh kayaknya”, jawabku, 

“Assiikkk… mau nraktir yah?”, sambungku dengan pedenya.

“Huh… ge-er…”, sahutnya cepat, 

“Revy cuman mau ngajakin nomat, abis lagi suntuk nih Ryo”. 

Nomat adalah singkatan dari nonton hemat, dimana setiap hari Senin kita mendapat potongan harga untuk membeli tiket (ah..! semua juga pasti udah tahu kok).

“Boleh.. tapi di mana?”, tanyaku lagi.

“Biasa… di tempat bersejarah kita dulu, masak sih kamu udah ngga ingat masa-masa indah kita berdua…, hahahaha….”, sambungnya diiringi gelak tawa candanya, 

“Revy tunggu di tempat biasanya, 17.30 teng yah…”. Kami masih sempat berbincang-bincang sebentar, sebelum ia menutup teleponnya.

Tempat bersejarah ? Ah…! lamunan saya kembali menyusuri jejak waktu yang telah berlalu sekian lamanya. Pondok Indah Mall adalah tempat favorit kami untuk jalan-jalan semasa sekolah dulu. Revy bilang barangnya bagus-bagus, sedangkan menurut saya yang terbaik dari tempat itu adalah pengunjung wanitanya yang cantik-cantik, hahahaha….. 


Entah sudah berapa kali kami jalan bersama ke tempat itu. Nonton, main game (ding-dong tepatnya), makan, atau sekedar ngeceng. Beberapa kali pula kami tertangkap dating oleh teman-teman yang lain, sehingga makin meyakinkan mereka kalau kami tengah berpacaran. 

Dating? ah…! mungkin itu hanya harapan saya yang kelewat batas menganggap event-event itu sebagai dating.

Waktu menunjukkan jam 17.24 WIB ketika saya melangkahkan kaki memasuki area pertokoan tersebut. “Tempat biasa” yang Revy maksud tentunya masih seperti yang dulu, tempat kita sering nongkrong bareng. Outlet St. Michael di lantai dasar, bersebelahan dengan Baskin 31 Ice Cream pasti yang dimaksudnya. 

Dulu kita sering nongkrong makan ice cream sambil memandangi produk-produk St. Michael dari luar kaca. 

Hahaha…. terasa betapa masih kecilnya kami saat itu. Seulas senyum telah menyambutku, sesampainya ku di sana. Revy telah tiba terlebih dulu, dan masih seperti dulu, tengah asyik menikmati sebuah cup ice cream rasa strawberry sambil bersandar di dinding outlet pakaian tersebut.

Setelah berbincang-bincang sambil menantinya menghabiskan sisa ice cream-nya, kami pun naik ke lantai teratas untuk melihat film apa yang sedang diputar. Pangsit goreng, mie bakso dan sebotol teh dingin. Masih saja seperti dulu makanan fav-nya kalau sedang main ke PIM. 

Restaurant spesialis mie yang terletak tepat di seberang sineplex masih saja kena dilidahnya, pun setelah bertahun-tahun di negeri orang. Kami makan agak tergesa, karena Charlie’s Angel akan ditayangkan tidak lama lagi.

Waktu sudah malam, ketika Cameron Diaz, Drew Barrymore dan Lucy Liu menyelesaikan aksinya di film dan memaksa kita untuk pulang. Seperti kemarin, kuantarkan kembali Revy menuju mobilnya. Kita menjadi semakin akrab, seperti seorang anak kecil yang tidak mau lepas dari mainan favoritnya yang telah lama menghilang. 

Yah….. Revy memang telah lama menghilang dari hidupku, dan entah kini apa maksud-Nya mempertemukannya kembali denganku. 

Sesampainya di rumah, kubongkar kembali file-file lamaku, berharap mendapatkan secuil kenangan tentang Revy di situ. Dan saya berhasil mendapatkannya…..!! Dua lembar potongan karcis film “Speed” tertanda medio 94 yang lalu masih ada dalam salah satu file-file lamaku. 

Tersenyum ku seorang diri mengingat betapa lucu mimik wajahnya mengagumi sosok Keanu Reeves yang menjadi tokoh dalam film tersebut, 6 tahun yang lampau sambil terus mendesakku untuk mengikuti potongan rambut Keanu yang memang tengah mewabah saat itu. 

Hahaha… makin kayak tikus kecebur got donk kalau saya nekat memapras rambut saya meniru tokoh tersebut. Di lain pihak, entah mengapa saya suka menyimpan benda-benda yang mempunyai memori, mungkin saya adalah orang yang setia pada kenangan. Dan malam itu saya tertidur dengan senyum. Senyum tentang indahnya sebuah kenangan……

Tet….. bunyi teleponku sekali, cukup mengejutkanku. Saya rupanya lupa untuk men-set silent mode sebelum meeting tadi dimulai. Untung cuma SMS, coba kalau phone call yang masuk, bisa bikin ribut seruangan meeting donk. Sejenak kulirik SMS yang masuk. Ah… dari Revy yang mengajakku keluar mencari makan bersama sore nanti. 

Lumayan lah, malam libur seperti ini ada juga yang bisa dikerjakan. Berarti selesai meeting, saya harus menelponnya kembali untuk memastikan jadwal dating kita sore ini. Dating? hah? mimpi kamu…!!

Tidak terasa semakin hari kita semakin dekat. Semakin sering kita jalan, ada sesuatu yang mulai mengikat perhatianku kepadanya. Semakin ku mengenal kembali dirinya, seperti saat-saat dulu. 

Ah…. kalau saja, cincin itu belum ada…..

“Lucu yah Ryo, kalau ingat dulu kita sering dikira pacaran”, katanya di tengah obrolan.

“Iya.. dan kalau mereka melihat lagi apa yang kita lakukan sekarang, pasti semua kaget menyangka betapa awetnya kita pacaran, hahahaha…”, sahutku. Dan kami pun tertawa bersama.

Seringkali kami berjalan bersama, tidak satu kata cinta pun terucap, pun setelah bilangan tahun telah berlalu. 

Masih sempat kulirik jam yang menempel di dinding ruang tamu Revy menunjukkan pukul 22.42 WIB saat kami memasuki unit apartemennya. Sebuah unit apartemen kecil yang asri, dengan 2 kamar tidur dan teras dengan pemandangan menghampar menuju Jl. Casablanca, jelas terlihat dari lantai 7 ini. 

Revy meninggalkanku sendiri di ruang tamu, saat ia meminta ijin untuk sebentar ke kamar kecil. Hhmm.. penataan ruangan yang bergaya minimalis namun dengan paduan warna yang terang dan berani mewarnai desain interor ruang tersebut. Iseng kusibakkan tumpukan CD yang berserakkan di karpet. Chaka Khan, Toto, Whitney Houston dan ah… Syaharani…, sama seperti kasetnya yang selalu kudengarkan di mobil saat pulang-pergi kerja. Perlahan kumainkan dalam stereo set, selembut suara Syaharani melantunkan “Unforgetable” beberapa saat kemudian.

Kuhempaskan tubuhku di atas sofa, saat tak lama kemudian Revy bergabung denganku, membawa dua kaleng coke dingin untuk kembali mengobrol dan bercanda, cekikikan dan tertawa lepas. Malam semakin larut, ketika kuputuskan untuk berpamitan dan pulang. Sepatu kiriku baru saja kukenakan, saat tiba-tiba dari belakangku terdengar suara Revy bertanya, 

“Ryo, kita sudah lama berteman, and aku pikir sudah semua kuketahui tentang mu, kecuali satu hal“, Revy menahan nafasnya sejenak untuk kemudian melanjutkan, 

“…Dan bisakah aku tahu itu sekarang? kuharap kejujuranmu.“.

“Tentu, apapun itu akan ku jawab jujur. Apa itu?“, tanyaku terheran. 

Sebenarnya mau nanya apa sih nih anak? penasaranku dalam benak.

“Ryo, Pernahkah Kamu simpan perasaan lain terhadapku?”, tanyanya tergugup.

“Apa maksudnya perasaan lain?”, balasku tak kalah kagetnya.

“Ayolah ryo, Kamu pasti tahu apa yang ku maksud, Please….”, kata Revy dengan wajah memelas.

“Kenapa harus Kamu tau juga?”, tanyaku lagi untuk menghindar.

“Aku hanya ingin tau, Ryo. Please Jawab aku…”, balasnya sedikit memaksa.

Waduhh….!! Apa yang harus ku lakukan? Katakan sebenarnyakah ? Atau berbohong dan mengatakan yang tidak benar ? Perang batin berkecambuk seketika, membuatku ragu untuk memilih apa yang akan kukatakan kepadanya. Waktu merambat perlahan, sampai akhirnya saya menyerah dan memutuskan untuk menceritakan yang sebenarnya. Pikirku toh dia sudah menemukan cinta sejatinya dan sebentar lagi akan menikah. Pengakuanku mungkin hanyalah sebuah intermezzo dalam jejak-jejak hidupnya. Dan lagipula kita sudah sama-sama dewasa, pasti dapat menerima keadaan seberapa buruk pun.

“Pernah aku jatuh cinta terhadapmu, apa itu yang mau kamu tau?”, tanyaku pada akhirnya. 

Revy hanya terdiam dan tertunduk sembari memainkan ujung blazernya dengan kedua tangannya. 

“Iya, aku pernah cinta sama kamu sejak kita masih sekolah dulu malah..“, jawabku mencoba untuk tegas. 

“Apakah saya pernah jatuh cinta sama kamu, Rev? Jawabnya pernah, bahkan selalu…. Saya selalu mencintaimu”, lanjutku tidak kuat lagi menahan endapan perasaanku padanya.

Sunyi keadaan setelah itu. Menit demi menit berlalu tanpa kutahu apa yang harus kulakukan. Marahkah dia padaku? Jika tidak, mengapa dia terdiam begitu lama? Lalu saya harus bagaimana? Meninggalkannya begitu saja, atau harus tetap tinggal untuk melihat reaksinya?

Sekonyong-konyong Revy menubruk tubuhku, memelukku erat sambil menangis. Saya hanya mampu balas memeluknya sambil mengusap-usap rambut sebahunya yang terurai di pundaknya. 

“Kamu jahhaaattt……!!”, serunya tiba-tiba, masih sambil menangis dan memukuli dadaku dengan kedua tangannya. 

“Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang? Tahukah kamu Ryo, betapa setianya saya menyimpan cinta untukmu selama ini, sampai akhirnya saya memutuskan untuk memberikannya kepada orang lain?”, serunya lagi sambil sesunggukkan.

Tiba-tiba dunia terasa berputar hebat mana kala saya mendengar pengakuannya. Revy selama ini mencintaiku? Oh My God….. aku menemukan cinta sejati, dan aku baru saja tahu aku melewatkannya. Sesak rasanya nafasku demi mendengar semuanya. 

Menit demi menit berlalu kudengarkan seluruh cerita Revy, mendengarkan bagaimana dia terus mengharapkan perkataan cinta dari bibirku, bahkan sampai saat dia menuntut ilmu ke luar negeri dan kami tidak pernah berkabar berita lagi. 

Sampai akhirnya dia memutuskan untuk menerima cinta Heru dan belajar untuk mencintainya, karena cinta Heru adalah kenyataan baginya, sedangkan cinta saya hanyalah sebuah mimpi. Saya tak tahu harus berkata apa. Yang saya lakukan hanya berusaha meredakan tangis dan menyekakan air matanya dengan sapu tanganku. Beberapa saat hingga akhirnya keadaan Revy cukup tenang, dan kami masih terus saja berpelukan…

I think of you every morning,
dream of you every night.
Darling I’ll never be lonely,
Whenever you’re inside I love you, for sentimental reasons……

Kami berdekapan dan berciuman erat, larut dalam galau emosi dan kerinduan yang sekian lama tak terkatakan, bahkan dalam bilangan tahun sekalipun. Segala macam rasa yang pernah kami rasakan, seakan kami tumpahkan pada sebuah ciuman yang dalam. Lembut kuangkat tubuhnya hingga kini ku menggendongnya setelah beberapa saat kita bercumbu, sambil terus berciuman. Perlahan kuberjalan ke sofa dengan tetap merengkuhnya dalam dekapan.


Tiba-tiba kurasakan ruangan menjadi gelap, tatkala tangan Revy berhasil menjangkau saklar lampu yang terletak di dekat pintu utama. Sunyi senyap gelap, hanya desahan nafas kami berdua yang sedang dihanyutkan cinta. Kini kami terduduk di sofa, dengan Revy dalam pangkuanku. Kami masih terus saja berciuman, semakin dalam. Perlahan kutanggalkan dua buah kancing blazernya, untuk kemudian jatuh terjuntai ke karpet. Revy pun berusaha melepaskan satu per satu kancing kemejaku, hingga pada akhirnya ia berhasil mendapatkan kemejaku dalam genggamannya, untuk kemudian dijatuhkannya pula ke karpet.

Kami terus bergumul dalam paduan kerinduan yang tak terbilang. Tak kuingat jelas bagaimana masing-masing kami kehilangan kain penutup tubuh satu per satu, sampai akhirnya kami hanya tinggal mengenakan kain penutup tubuh yang terakhir. Kucumbui dada Revy penuh kehangatan, ketika kurasakan lembut tangannya menyusup ke balik celana dalamku, menurunkannya dan menggenggam erat kejantananku dengan telapak tangannya. Ugh… sungguh suatu sensasi yang tak terkatakan.

Kuturuni centi demi centi tubuh Revy dengan menyisakan bekas-bekas pagutan berwarna keunguan pada sekujur tubuhnya. Nafas Revy terus memburu, dan makin memburu ketika perlahan kusingkapkan celana dalam bernuansa biru muda, sedikit demi sedikit menyusuri kedua kakinya yang jenjang hingga akhirnya terlepas seluruhnya.

Kini keadaan kami tak ubahnya tatkala pertama kali kami dilahirkan, tanpa selembar benang pun menutupi tubuh kami berdua. Perlahan kubuka paha Revy dan mengarahkan wajahku ke sana. Bagai tersengat, nafas Revy tertahan ketika ia mulai merasakan sesuatu yang lembut membelai organ kewanitaannya. Lembut sekali kumainkan lidahku di liang kewanitaannya, memberinya suatu sensasi oral yang tak terkatakan.

“Ryo…. uuhhh…. hhhmmm…”, terdengar lembut suara Revy berbisik, di antara desah nafasnya yang memburu.

Terus kuperlakukan dia dengan penuh kasih sayang. Jilatan lembut diselingi gigitan kecil dan hisapan perlahan terus mendera organ kewanitaannya, membawanya makin tinggi terbuai dalam gulungan hasrat yang perlahan-lahan merambati seluruh aliran darahnya. Menit demi menit berlalu hingga….. 

“Ryooo… aahhhh…”, serunya tertahan seraya mencengkeram rambutku. 

Puncak itu telah datang menderanya, menenggelamkannya pada jurang kenikmatan hingga dasarnya. Saya hanya mampu memandanginya saja. Bagaimana indahnya ekspresi Revy terbuai alunan orgasme yang baru saja hadir menyapanya mampu mengalahkan segala keindahan yang pernah saya saksikan sebelumnya.

Kubiarkan Revy mengejang detik demi detik puncak yang baru saja dilaluinya untuk kemudian mulai dapat mengatur nafasnya kembali. Kurasakan tangan Revy lembut menepis tanganku yang telah menggenggam latex pengaman. 

“jangan pakai, saya ingin merasakan mu langsung….”, bisiknya lembut di telingaku seraya menggenggam kejantananku dan menuntunnya ke dalam liang kewanitaannya.

Hangat dan mendebarkan rasanya tatkala ujung kejantananku menempel pada bibir vaginanya. Terasa sentuhan lembut tangan Revy pada pinggulku dan mendorongnya ke depan untuk menghujamkan kejantananku dalam tubuhnya. Terasa suatu sensasi yang sangat menyesakkan dan mendebarkan, ketika kunikmati mili demi mili kejantananku menembus organ kewanitaan Revy. 

Ekspresi wajahnya yang terlihat sangat menikmati penetrasi tersebut makin membuatku serasa terbang dibuai kenikmatan. Hingga pada akhirnya terasa kejantananku terbenam utuh dalam tubuhnya, seutuh seluruh perasaan cintaku padanya yang selama ini kusimpan. Sayu matanya memandangku, kukecup lembut keningnya sebelum akhirnya kami tenggelam ke dalam suatu persetubuhan yang sangat indah, dimana galau hati dan rasa cinta bercampur aduk menjadi satu di dalamnya.

Kini Revy terbaring di sofa dan diriku dengan posisi setengah terduduk terus memompa kejantananku keluar masuk tubuhnya. Kaki kirinya terkulai di pundakku, saat kaki kanannya terjulur ke karpet. Kami terus bersetubuh dengan sangat intim, seakan tiada lagi hari esok bagi kami. 

“Ryooo…… hhhmmm… aahh..”, jerit Revy lirih saat sesekali dirasakannya kejantananku mendesak hebat liang kewanitaannya.

Waktu terus berpacu, seiring berpacunya hasrat kami menyatukan seluruh rasa dan raga kami berdua. Makin kurekatkan persetubuhan ini saat kurasakan Revy mulai mendekati puncak keduanya. Dan… 

“Ryoooo….. aarrggghhh… hhhmmppff.”, suara Revy sungguh mendebarkan terdengar. 

Puncak kedua telah datang merenggutnya kembali dan menenggelamkannya dalam gulungan nafsu dan kenikmatan yang seperti tiada berujung. Belum selesai Revy melepaskan seluruh ekspresinya, dengan cepat kucium bibirnya dalam. Terdengar lirih jeritan-jeritan kecil sisa orgasmenya saat kami berciuman. Dengan tiba-tiba kutarik tubuh Revy dan mendudukkannya dalam pangkuanku. Kini wajah kami berhadapan dekat, dengan Revy dalam pangkuan. Kembali kutikamkan kejantananku dalam kewanitaannya, seraya meremas buah pinggulnya dan menaik-turunkan tubuhnya di atas tubuhku. Kami bersetubuh sambil berciuman teramat dalam.

Tubuh Revy bergoyang-goyang mengikuti setiap hentakan persetubuhan kami. Sesekali disibakkan rambutnya yang mulai basah terurai. Ada suatu momen yang sangat indah setelah sekian waktu berlalu, tatkala Revy menyibakkan rambutnya dan tetap meletakkan kedua tangannya di atas kepalanya, seraya terus bergoyang mengikuti alunan persetubuhan. Bagai sebuah tarian kehidupan yang sangat indah dan sakral, mengikuti setiap gerak tubuhnya menyetubuhiku.

“Rev, I love you“, bisikku lembut di telinganya, diantara deraan-deraan lembut persetubuhan kami.

“Me too“, hanya itu yang mampu diucapkannya sebelum terhentak kembali merasakan sesaknya kejantananku memenuhi organ kewanitaannya. 

Terasa pula olehku bagaimana vaginanya makin erat menghimpit organ
kejantananku…..

“Ryoo…. eennngghhhh….. aahhhhh..”, teriaknya tertahan ketika orgasme itu kembali menggulungnya, menyeretnya ke dalam lembah kenikmatan hingga ke dasarnya.

Kini ia merebahkan kepalanya di pundakku. 

“Revy sayang kamu…”, ucapnya lirih di telingaku. 

Saya hanya mampu mengusap lembut rambutnya. Ah… Revy, andai kamu dapat tahu betapa aku pun merasakan hal yang sama sepertimu.

Kugendong Revy menuju kamar tidurnya. Dia memelukku erat seakan tidak akan pernah ia lepaskan. Masih sempat kupadamkan lampu kamar tidur saat kami mulai memasukinya. Kami terus berciuman, semakin dalam. Kuturunkan Revy dan membalikkan tubuhnya menghadap ke jendela. Sempat kudengar jeritan lirih terkejutnya ketika ku memposisikan dirinya seperti itu. Kini Revy setengah berdiri membelakangiku, dengan kedua tangannya bertumpu pada meja kerjanya yang menghadap ke jendela kamar tidurnya yang masih terbuka. Perlahan kusisipkan kembali kejantananku dalam liang kewanitaannya.

“Ugh….!!”, terdengar lirih bisik Revy saat ia mulai merasakan tikaman kejantananku menembusnya dari belakang.

Kembali kami bersetubuh, sangat erat. Kuterus menikamkan kejantananku ke dalam organ kewanitaannya dari belakang, seraya meremasi kedua buah pinggulnya. Betapa indahnya persetubuhan ini, suatu sensasi yang belum pernah saya rasakan sebelumnya ketika bercinta seraya memandangi lampu-lampu kota yang masih saja benderang dari jendela tanpa kain penghalang yang terpampang di depan kami berdua. Kami terus bercinta, mencoba merasakan kehangatan pendar-pendar lampu jalanan kota Jakarta yang terpampang di depan kami, seakan-akan terus memancari kami dengan cinta.

Galau hati, luapan emosi, kerinduan dan rasa cinta ditambah city view metropolitan berpadu dalam dekapan erat sang dewi nafsu, menghantarkan persetubuhan kami semakin dalam dan dalam. Kami berciuman, mendesah, mengerang, mendekap, coba merasakan semua sensasi yang ditawarkan dalam sebuah persetubuhan. Semakin terhimpit rasanya kejantananku di dalam liang vaginanya, ketika mulai kurasakan sesuatu bergejolak mendesak keluar dari dalam tubuhku.

“Rev, Aku hampir sampaii….”, bisikku lembut.

“Yes Ryo, Keluar didalam saja honey…”, balasnya lirih. 

Makin terasa desakan orgasme menghimpitku ketika makin kutikamkan kejantananku dalam liang kewanitaan Revy. Perlahan merambati seluruh urat syarafku….

“Ryo…. eenngghhh…”, jerit Revy lirih, seakan memberi tanda kepadaku bahwa ia pun sedang mendekati orgasmenya yang kesekian kali. 

Kupacu persetubuhan ini semakin cepat, karena ku tahu tidak ada gunanya lagi mempertahankan lebih lama, karena tembok pertahananku akan hancur berantakan dalam hitungan detik…..

“Ryooo….. aahhhh…!!”.

“Aku sampaiiiii Rev, Aku keluarrr…!!.”

Kami berteriak hampir berbarengan kala orgasme menyapa kami dalam waktu yang bersamaan. Kurasakan derasnya cairan kejantananku menyembur keras, memenuhi liang kewanitaan Revy dengan suatu sensasi kenikmatan yang tak terbilang. Revy terus menekan pinggulku ke arahnya, seakan hendak menghabiskan setiap detik orgasme kami di dalam tubuhnya. Entah berapa lama kami terbuai tinggi, terlenakan gelombang hasrat yang terpuaskan di dalam suatu gulungan orgasme yang begitu dahsyat……


Angin pagi Jakarta meniup lembut rambutku yang basah tak beraturan di teras apartemen, sementara di belakang sana Revy sedang sibuk mencuci piring. Jujur saja, saat ini saya sedang merasa kacau. Seharusnya saya bangga dapat membuat seorang Revy jatuh cinta dan terlena dalam dekapanku. Namun yang terasa kini semata rasa bersalah menghujam batinku pilu. 

Dia adalah sahabatku, dan apa yang telah kulakukan padanya? Tidur dengannya? dan bagaimana dengan pernikahannya beberapa bulan kemudian? Apakah saya memikirkannya? Apa yang saya pikirkan? dan bagaimana dengan Heru? Bukankah saya hanya mengacaukan hidup mereka dengan tidur dengan Revy? Ryo, kamu orang yang egois ... !! Suara hatiku terus menyiksaku dengan pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikiran dan kepalaku ini.

Tiba-tiba tangan Revy melingkar di tubuhku. Dia memelukku dari belakang dengan suatu dekapan erat yang mesra. Terasa lembut wangi basah rambutnya menempel di pundakku. 

“Ryo…, Aku ingin bilang sesuatu padamu“, bisiknya lirih.

“Ayo, katakan saja..”, balasku sambil membalikkan tubuhku dan menemukan sesosok wajah yang sangat mendamaikan dan menentramkan jiwaku, Tapi apakah itu kesedihan yang tersirat di matanya?

Kami duduk di teras, menikmati semilir angin pagi Jakarta yang masih belum terkotori debu polusi, ketika Revy memulai ucapannya, 

“Ryo, Aku telah memikirkan semuanya.., dan Revy tidak bisa hidup begini terus”. 

Saya hanya terdiam sambil menebak-nebak apa yang dimaksud Revy dari perkataan yang diucapkannya, saat Revy meneruskannya kembali, 

“Ryo, aku punya kehidupan sekarang. Ya ... kita kacau, tetapi saya masih harus melanjutkan hidup saya sendiri“, Revy menarik nafas sejenak, 

“…and Heru adalah hidupku sekarang”. 

Saya hanya bisa memandangi mata Revy yang mulai berkaca-kaca saat kembali ia berkata, 

“Mungkin aku belum mencintai dia seperti ke kamu, Ryo…… dan kamu masih seperti mimpi untukku..”, Revy terdiam sejenak, 

“…Dan aku pikir aku tidak bisa hidup dalam mimpi. Revy butuh hidup yang nyata, Ryo. Revy butuh kepastian…. dan saat ini kepastian untuk Revy adalah Heru. Walaupun ia tidak seindah kamu, tapi setidaknya Heru-lah yang memberikan kepastian dan hidup yang nyata buat Revy. mencintaimu adalah perasaan yang hebat yang pernah ada dihidupku, tapi…..”

“Ssstttt…..say no more honey, I know what you think. I understand you surely….”, sahutku sambil menempelkan telunjukku di bibirnya. 

“Ryo mengerti apa yang kamu rasakan. Sebagai wanita diusiamu, kamu memang wajar menuntut itu. Dan pria yang terbaik bagimu adalah Heru, karena ia dapat memberikan kepastian untukmu. Aku tau aku hanya bisa memberimu mimpi,…. Dan mimpi kelihatannya masih kurang untuk wanita“, sahutku lagi, 

“Kembalilah pada Heru, Dia adalah tempatmu kembali sekarang”, kataku sambil kudekap erat Revy penuh sayang.

“Thanks Ryo, kamu baik sekali, tapi bisa aku bertanya lagi“, ujar Revy lirih sambil bersandar di pundakku.

“tantu, apa saja Rev“, balasku cepat dengan terus membelai rambutnya.

“Bisakah kamu merahasiakan malam ini…?”, Revy mendongak, menatapku dengan pandangan penuh harap.

“Tentu pasti, Rev. pasti….”, kataku meyakinkannya. 

“Kamu sahabat saya Rev, dan saya tidak mau ada sesuatu pun yang mengacaukan kebahagiaan hidup kamu, apalagi oleh hal-hal yang disebabkan oleh saya”, lanjutku lagi, 

Jalanan kota Jakarta masih lenggang, ketika kubelokkan mini jeepku di dareah TPU Karet menuju kawasan Pejompongan. Pelan kutekan tombol on radioku yang langsung ter-set pada sebuah radio swasta yang khusus memutarkan lagu-lagu Indonesia di bilangan frekuensi 89-an FM.

…………..
Selamat tidur kekasih gelapku,
s’moga cepat kau lupakan aku
Kekasih sejatimu tak kan pernah
sanggup untuk melupakanmu
Selamat tidur kasih tak terungkap,
s’moga kau lupakan aku cepat
Kekasih sejatimu tak kan pernah
sanggup untuk meninggalkanmu
…………..

2 komentar

Bingung mencari agen betting IDN terpercaya ?
Ayo buruan daftarkan diri anda sekarang juga bersama kami di www.viabola88.com
Dengan minimal deposit 25 rb anda bisa menangkan hadiah hingga jutaan rupiah
Tunggu apa lagi daftarkan diri anda sekarang juga dan jadilah jutawan bersama kami
Tidak cuma itu saja dengan 1 user id anda bisa mainkan jenis game menarik nya seperti , poker , casino , sbobet dan slot serta masih banyak lagi 📷:)
Bonus Depo VIABOLA
- Bonus Depo New Member 10%
- Bonus Depo Harian 10% (sehari 1x)
Bonus Mingguan VIABOLA
- Bonus CashBack up to 10% ( Sportbook )
- Bonus Referal 2% ( All Games )
- Bonus Rollingan up to 0.8 % ( Casino & Slot )
- Bonus Rollingan up to 0.5% ( Poker )

WA : +855962044524
Line : viabola
Fanpage FB : @viabola

Ayo daftarkan diri anda sekarang juga bersama kami hanya di www viabola88 com

Dengan minimal deposit 25 rb anda bisa menangkan hadiah hingga jutaan rupiahh :)

Tunggu apa lagi daftarkan diri anda sekarang juga dan jadilah jutawan bersama kami di www viabola88 com

Dengan 1 user id bosku semua sudah dapat memainkan banyak jenis game menarik nya bosku :)

Bonus Depo VIABOLA
- Bonus Depo New Member 10%
- Bonus Depo Harian 10% (sehari 1x)

Bonus Mingguan VIABOLA
- Bonus CashBack up to 10% ( Sportbook )
- Bonus Referal 2% ( All Games )
- Bonus Rollingan up to 0.8% ( Casino & Slot )
- Bonus Rollingan up to 0.5% ( Poker )

dan berikut sosial media yang bisa kamu hubungi

WA : +855962044524
Line : viabola
Fanpage FB : @viabola

back to top